Selanjutnya...

Sunday, February 18, 2007

 

Cinta Sebagai Fitroh Manusia*
Oleh: Suko Rahadi**

Harus diakui bahwa malam minggu merupakan malam yang dinanti-nanti. Karena minggu memang malam yang paling tepat untu berweek and ria. Tapi lain dengan Sekaran, kita bisa melihat pasangan mahasiswa berweek end tanpa harus menunggu malam minggu. (maaf ini hanya sejauh pengamatan saya sebagai mahasiswa). Kita juga bisa melihat ruang tamu atau teras kost yang selalu ramai dikunjungi “tamu istimewa” salah satu penghuninya. Aneh,tapi suatu “kewajaran” yang harus kita maklumi.
Saya katakan aneh, karena suasana di kampus sekaran ini “agak lain” dibanding kampus lain. Keanehan tersebut dapat kita lihat misal pada acara diskusi, dialog, orasi ilmiah atau pertunjukkan seni yang sering digelar dengan biaya murah atau bahkan gratis, tapi selalu saja sepi peminat. Tidaklah hal yang aneh, ketika saya mengajak beberapa teman main ke Yogyakarta, mereka terheran-heran (klau tidak mau dikatakan shock) melihat suasana kampus yang selalu ramai dengan diskusi. Saya juga menyebut hal itu sebagai kewajaran, karena memang cinta merupakan fitroh manusia yang tidak dapat kita hindari dan hal inilah yang ingin saya kaji.
Cinta dalam Islam
Ketika pertama kali William Shakespiere memandang seorang wanita bernama Ann Hathoway, yang berusia delapan tahun lebih tua, apakah betul cinta Shakespiere kepada wanita yang kemudian menjdi isterinya itu hanya karena pandangan mata? Tentu saja jawabannya bukan!
Shakespiere bukanlah sastrawan cengeng yang hanya pandai bercinta monyet. Pujangga Inggris itu punya prinsip sesuai filsafat dan peka terhadap segala geliat hidup.
Lalu apa yang membuat ia jatuh cinta pada Ann Hathoway? Nilai dan motivasi cinta Shakespiere itu, bisa kita kuak melalui karya monumentalnya yang berjudul Romeo dan Juliet. Romeo yang sangat mencintai Juliet, dengan “semangat patriotik” rela menghadapi cintanya, sampai keduanya tewas secara tragis.

Dalam konteks global, betulkah cinta hanya karena pandangan mata? Jawabannya tidak! Karena mata hanya organ instrumental yang hanya berfungsi penggetar emosi naluriah dengan muatan potensi cinta. Terbukti, orang buta pun bisa dan memang berhak untuk jatuh cinta.
Mengutip statement yang pernah dilontarkan oleh Rosul Muhammad “Kullu mauludin yulada’ala I fithroti”, setiap manusia yang terlahir pasti dalam keadaan fitroh. Para ulama terdahulu menfsirkan statement tersebut sebagai suatu isyarat bahwa setiap manusia lahir dalam keadaan suci tanpa dosa, tanpa melihat di mata dilahirkan dan siapa yang melahirkannya. Singkatnya, Islam tidak mengenal dosa turunan. Tapi apakah hanya sebatas itu maksud dari perkataan manusia suci itu? Menurut saya tidak. Kalimat tersebut pasti maksud yang lain. Jika boleh saya tafsirkan, maksud perkataan itu mengisyaratkan bahwa setiap manusia dilahirkan dengan dibekali berbagai macam potensi, baik itu baik maupun tidak baik. Dan salah satunya potensi tersebut adalah cinta.

Cinta merupakan fitroh manusia. Cinta adalah naluri bawaan (inborn insting) manusia sejak lahir. Sehingga bisa dibilang cinta adalah hidup itu sendiri. Maka, dimana ada manusia di situ pasti ada cinta. Dalam skala manusiawi, rasa cinta itu bisa terekspresikan pada apa saja. Misalnya pada orang tua, saudara, teman sekelas, atau bahkan pada hewan atau tumbuhan.

Dalam skala yang lebih esensial, ekspresi cinta bisa meningkat pada Sang Kholik. Sebab melalui potensi motorik, kognitif dan intelektual, setipa manusia pasti akan berpikir tentang siapa yang menciptakan dirinya dan segala mahluk yang ada di dunia ini. Maka, pada puncak manusia pun ingin menjalin hubungan cinta kasih dengan Tuhan. Seprti yang pernah dilakukan oleh seorang sufi wanita bernama Robiah Al Adawiyah, yang selalu terlena dengan kenikmatan spiritual dan melupakan segala kenikmatan duniawi. Ketika ia dikhitbah oleh seorang ulama ternama dan terkaya di masa itu, iamenolak. Dalam do’anya, Robiah berucap: “Ya Allah, jika aku beribadah hanya karena ingin mendapat surga-Mu, maka tutuplah rapat-rapat pintu surga-Mu untukku. Dan jika aku beribadah hanya karena ingin menghindar dari neraka-Mu maka masukkanlah aku kedalamnya. Namun jika aku beribadah hanya semata-mata ingin melihat diri-Mu maka jangan Kau tolak keinginanku.”
Dorongan ingin mengenal, mendekat, memuji memenuhi perintah dan menjauhi segala larangan-NYA ini oleh Rudolf Otto disebut sebagai sensus numinosum.

Fitroh secara lebih luas dapat diartikan sebagai keinginan dan kemampuan mengenal Sang Kholik secara benar. Namun karena faktor lingkungan (pendidikan dan eluarga misalnya) maka pengenalan akan Tuhan akan berbelok ke arah lain. Dalam kaitannya ini maka tidak benar apa yang dikatakan Freud bahwa perilaku religius maunisa disebabkan frustasi manusia akibat emosi libidonya yang tak tersalurkan.

Demikian juga tak benar apa yang dikatakan filsuf Prancis Henry Brygson, bahwa manusia cenderung hidup beragama karena timbul rasa penghormatan atas hak-hak sosial, atau cuma ekspresi keinginan untuk mengekang egoisme dalam kehidupan sosial. Sungguh salah pendapat yang mengatakan bahwa manusia taat beragama karena ketidakmampuannya menghadapi realitas alam yang begitu dahsyat. Manusia beragama bukan karena sifat alturismenya, dan bukan kompensasi dari rasa takut pada alam tapi karena naluri manuisa itu sendiri yang dalam kandungan telah mengenal cinta pada Kholiqnya, sebagaimana ia mencintai ibu, saudara, teman kuliah.

Antara cinta dan agama
Seorang teman saya pernah berucap, “Ora usah munafik, ora usah ngapusi awake dewe, aku yakin, bocah sing jilbaban utowo sing jenggote mesti podo pengin duwe pacar (tidak usah munafik, tidak usah bohong, saya yakinanak yang berjilbab atau yang berjenggot pasti juga ingin punya pacar -red). Di saat lain ketika salah seorang teman saya menolak ketika diajak nonton “Batman Forever” (film BF-red), ada yang bilang, “Ah, dia sebetulnya mengingkari hati nurani, karena sering keluar masuk masjid”. Mungkin masih banyak ucapan-ucapan senada yang tidak saya dengar. Ucapan-ucapan semacam itu memang benar di satu sisi, tapi salah di sisi yang lain.

Saya katakan benar karena memang harus kita akui bahwa dalam diri kita terdapat rasa ketertarikan terhadap lawan jenis, meski hanya muncul secuil. Kita tidak bisa menghindar dari apa yang disebut cinta. Namun, apa hanya karena rasa cinta kepada lawan jenis, lantas kita bebas melakukan hal yang belum pantas di lakukan? Sebagai misal, kita berada dalam satu kamar dengan seorang teman yang berlawanan jenis, terlepas apa yang dilakoni di dalam kamar, yang jelas itu mengundang suudzon dari teman lain. Kalau hal semacam itu terus saja dilakoni, lalu apa fungsi diturunkannya agama di dunia ini? Itulah sebabnya saya katakan ucapan semacam itu juga salah di sisi yang lain. Agama mana pun pasti melarang umatnya melanggar norma. Kita hidup di dunia ini diatur oleh agama. Karena agama pada intinya adalah aturan.
Sebenarnya sah-sah saja jika kita ingin pacaran. Karena memang kita di lahirkan membawa potensi cinta. Juga dalam hadist di sabdakan, “Jika kamu mencintai sahabatmu maka sampaikanlah kepada sahabatmu itu.” Namun juga harus diingat bahwa kita punya norma agama. Lalu pacaran yang “bagaimana” yang boleh kitalakukan?
Sampai saat ini belum ada definisi yang jelas tentang pacaran. Belum ada kamusatau kitab yang mengartikan pacaran secara jelas. Lalu bagaimana pacaran versi Islam. Itulah yang perlu kita kaji dan kita renungkan.

* Artikel Kompas Mahasiswa No.62 Th XXI 1998
** Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Fisika dan Ketua Umum IMM Hamka UNNES periode 1998-1999


Selengkapnya...

Sunday, January 21, 2007

 

Reformasi Pendidikan
Oleh Amri Kurniawan*

Pendidikan merupakan wahana memanusiakan manusia. Karena pendidikan berperan untuk memanusiakan manusia. Maka segala bentuk represi terhadap diri manusia harus dihapuskan. Cita – cita luhur pendidikan tersebut bisa terealisasikan jika pemerintah menyediakan dana yang cukup, guru-dosen yang berkualitas, gedung – gedung sekolah yang layak pakai, kurikulum yang cocok dengan kondisi bangsa serta tidak lupa memberikan kesempatan yang seluas - luasnya kepada warga negaranya untuk bersekolah.

Undang – Undang Sisdiknas Nomor 22 Tahun 2003 menegaskan, tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

Secara jujur harus diakui bahwa laju pendidikan nasional masih jauh dari harapan. Terlalu banyak persoalan yang mewarnai pendidikan kita. Mulai persoalan guru yang tidak energik, kesejahteraan guru yang terbatas, gedung – gedung sekolah yang rusak, kurikulum yang gonta - ganti, hingga anggaran pendidikan yang minim.

Persoalan lain yang bisa mempengaruhi pendidikan anak adalah pergaulan bebas di luar sekolah yang memang sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Pergaulan yang salah membuat anak terjebak dalam perilaku abnormal karena mereka masuk dalam pergaulan tidak kondusif di lingkungan negatif yang notabene adalah preman jalanan.

Solusi yang harus ditempuh untuk peningkatan mutu pendidikan kita adalah Mengacu pada Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetisi lulusan, standar pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.Objeknya adalah realitas dan pengetahuan. Metode ini tidak berhenti di dalam kelas, tapi bisa bahkan sangat penting dilanjutkan pascaproses kegiatan belajar mengajar ( KBM )di sekolah.

Posisi dan peran guru-dosen sebagai pendidik di sekolah jelas tidak menjangkau ke situ. Namun, minimal guru memberi teladan baik kepada murid dan memberikan kontribusi nyata dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Dua peran ini harus dilakukan guru maupan dosen. Karena antara pendidikan moralitas dan peningkatan kualitas adalah dua hal yang tidak mungkin dipisahkan. Sebab kedudukan guru maupun dosen sebagai tenaga profesional yang berfungsi meningkatkan martabat dan peran sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang dimaksud agen pembelajaran adalah peran guru – dosen antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Untuk mencapai idealitas itu, moralitas dan kualitas pendidikan, tentunya di butuhkan guru–dosen profesional yang memakai metode pendidikan hadap – masalah. Sebab, pada dasarnya pendidikan dibangun “ bersama dengan ”, bukan “ diperuntukkan bagi” peserta didik.


*Mahasiswa Bahasa Jepang UNNES, Staf Bidang Hikmah IMM Hamka Semarang UNNES periode 2006-07.


Selengkapnya...

Tuesday, December 26, 2006

 

PRESS CONFERENCE
PESAN DAMAI MENYAMBUT
NATAL, IDUL ADHA 1427 H. DAN TAHUN BARU 2007
SERTA RAPORT PEMERINTAHAN SBY – JK
ORGANISASI KEMAHASISWAAN LINTAS AGAMA



Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM),
Presidium Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PP KMHDI),
Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Budhis Indonesia (PP HIKMAHBUDHI),
Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI),
Pimpinan Pusat Pergerakan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI).


Terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla (SBY-JK) pada pemilu 2004 lalu yang berjalan secara damai, nyaris tanpa gejolak politik hampir pada semua lapisan masyarakat, tak pelak mendatangkan sebuah harapan besar dari seluruh rakyat agar dimasa-masa mendatang performance sosial, politik, ekonomi, hukum dan pendidikan bangsa Indonesia yang hampir berada diambang kebangkrutan dapat bangkit kembali dengan penuh kedamaian serta jauh dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta kekerasan seperti yang mewarnai kehidupan sosial politik kebangsaan pemerintahan sebelum-sebelumnya. Harapan ini merupakan hal yang wajar karena pasca runtuhnya rezim Orde Baru oleh proses Reformasi 1998, hampir totalitas aspek kehidupan kebangsaan kita masih diwarnai dengan berbagai macam paradoks. Disatu sisi, reformasi membangkitkan gairah kehidupan bangsa kita memperlihatkan kegairahan untuk bangkit dari keterpurukan yang dialaminya, tapi di sisi lain memperlihatkan wajah menegangkan akibat meningkatnya biaya kebutuhan hidup, seperti kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM), mahalnya biaya pendidikan, kelangkaan beras dan lain-lain, bahkan sangat dikhawatirkan akan menjadi bangsa budak akibat utang luar negeri yang melilitnya.

Sejatinya, mandat rakyat kepada Pemeritahan SBY – JK ini hendaknya dilaksanakan sebaik mungkin dengan mengerahkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan Indonesia seperti yang dicita-citakan oleh para pendirinya. Tapi rupanya selama dua tahun memimpin, rakyat malah teralienasi oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten merefleksikan janji dan ide-ide besarnya pada saat kampanye yang cukup bombastis dan mampu memukau publik sebelum terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pengelolaan negara yang di inginkan rakyat berbanding terbalik dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah. Janji SBY yang akan memimpin langsung Reformasi birokrasi, pemberantasan Korupsi, Penyelesaian Kasus-kasus pelanggaran HAM, perbaikan ekonomi, Penyehatan Iklim usaha sehingga mampu menarik investor untuk investasi di Indonesia serta yang lain-lain, kenyataannya saat ini hanyalah lips sevice, ketidak seriusan SBY – JK merealisasikan Janji-janjinya dapat kita simpulkan dari hasil penyelesaian dan penanggulangan berbagai persoalan kebangsaan yang belum menyentuh pada akar persoalan yang melilit bangsa ini antara lain;

Di bidang Politik,
1. Pemerintahan SBY – JK gagal mengangkat citra dan bargainning Politik Indonesia dimata dunia Internasional sebagai negara yang berdaulat dan tidak di dikte oleh negara-bangsa lain,
2. Reformasi birokrasi gagal dilakukan oleh SBY – JK untuk menyuguhkan performance birokrasi pemerintahan yang bersih efektif dan efisien sehingga tidak terjadi penambahan lembaga serta tumpang tindihnya program dan wilayah garapan antar Departemen yang memperbesar pengeluaran negara, dan lain-lain.

Bidang Ekonomi :
1. pemerintah gagal menciptakan lapangan kerja, sehingga memperkecil angka pengangguran terbuka yang terus meningkat dari 9,26% pada tahun 2004, meningkat menjadi 10,26% pada tahun 2005, dan kemudian hingga tahun 2006 meningkat menjadi 11,0%,.
2. Meningkatnya angka kemiskinan yang cukup tajam, pada tahun 2004 jumlah kemiskinan mencapai 36 Juta orag dan pada tahun 2005 masih berkisar 35 juta orang dan kondisi terakhir angka kemiskinan memburuk menjadi 39 Juta orang.
3. Pemerintah gagal menyediakan regulasi distribusi kebutuhan pokok masyarakat sehingga rawan terjadi kelangkaan akibat penimbunan oleh pelaku pasar.
4. Hilangnya political will pemerintah terhadap nasionalisasi Aset-aset bangsa yang di kelola oleh corporite asing yang merugikan bangsa.
5. Dan lain-lain.

Bidang Hukum.
Penyelesaian berbagai kasus pelanggaran Hukum dan HAM serta Korupsi, masih tebang pilih dan hanya diarahkan pada pelaku yang tidak memiliki back up politik dan finansial yang kuat.

Bidang Sosial dan Budaya,
1. Lambannya penanggulangan bencana alam yang di lakukan pemerintah,
2. Eksploitasi kekayaan alam yang merugikan negara dan rakyat baik oleh pihak asing maupun pribumi seperti PT. Freeport, PT. Newmont, PT. Lapindo dan lain-lain adalah wujud kegagalan kontrol dari pemerintah.

Mengacu pada infentarisir kekecewaan rakyat terhadap kebijakan pemerintahan SBY – JK hingga di akhir tahun 2006, maka kami yang tergabung pada Forum Mahasiswa Lintas Agama PP GMKI, PP HIKMAHBUDHI, DPP IMM, PP KMHDI, PP PMKRI, menyatakan sikap sebagai berikut ;
1. Mendesak SBY - JK untuk segera menyelesaikan Kasus-kasus pelanggaran Hukum, HAM dan pemberantasan korupsi yang dimulai dari Istana.
2. Mendesak SBY – JK untuk melakukan nasionalisasi aset-aset bangsa yang tergadaikan kepada pihak asing.
3. Mendesak SBY – JK untuk melakukan Reformasi birokrasi pemerintahan sehingga efektif dan efisien.
4. Jika dalam waktu 6 bulan SBY-JK tidak merealisasikan tuntutan-tuntutan perbaikan nasib rakyat ini, Maka atas nama perbaikan nasib bangsa Kami meminta SBY – JK mundur dari jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Selanjutnya menyambut Hari Natal, Lebaran Iedul Adha serta Tahun Baru 2007, Forum Mahasiswa Lintas Agama menyerukan kepada seluruh umat beragama untuk mari berasama-sama menjaga kedamaian, toleransi serta meningkatkan hubungan antar pemeluk umat beragama sehingga kedamaian hakiki dapat terwjud di bumi nusantara yang kita cintai ini


FORUM MAHASISWA LINTAS AGAMA
PP GMKI GOKLAS N (KETUA UMUM)
PP HIKMAHBUDHI EDDY SETIAWAN (KETUA UMUM)
PP PMKRI IMANUEL TOELAR (KETUA UMUM)
DPP IMM AMIRUDIN (KETUA UMUM )
PP KMHDI WAYAN SUDANE (PRESIDIUM)


Selengkapnya...
 


Sabtu, 16 Desember 2006
www.suara-muhammadiyah.or.id


Pemerintah Membuka Peluang Bagi Perusakan Lingkungan?
Prof.DR. Mujiyono Abdillah, MA.*


Lingkungan alam negeri kita yang dulu sangat indah, subur dan menyejukkan, sekarang berubah menjadi gersang, tandus dan menyesakkan. Hal ini diakibatkan adanya pembabatan hutan, penambangan, penggusuran, dan pembakaran lahan. Kita paham bahwa sebenarnya kerusakan dan perusakan lingkungan ini sebagai masalah struktural, dimana ketidak berdayaan aparat negara dan hukum justru menjadi biang utama. Akhirnya rakyat kecil jua yang selalu menjadi korban dan dikorbankan. Benarkah demikian dan bagiamana pandangan Islam terhadap masalah ini, perlukah adanya Fiqh Lingkungan? Lebih jelasnya berikut kita ikuti wawancara Ton Martono dari SM dengan Prof.DR. Mujiyono Abdillah, MA., Direktur LPER (Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Rakyat), Guru Besar IAIN Walisongo Semarang, Direktur Lembaga Investasi Syari’ah (LIS), Staf Pengajar Ilmu Lingkungan UNDIP dan Ekologi Religi Islam, Penulis buku Teologi Lingkungan Islam dan Fiqh Lingkungan
Kenapa kerusakan dan perusakan lingkungan yang terjadi menjadi sulit diatasi, apakah hal ini disebabkan oleh ketidakberdayaan aparat negara dan hukum dalam mengatasi masalah ini?

Kerusakan lingkungan itu penyebabnya macama-macam, tapi satu diantaranya yang paling serius adalah karena masalah ekonomi. Ekonomi disini bisa jadi karena adanya faktor kemiskinan, jadi siapapun atau masyarakat bahwa merusak lingkungan itu karena terdesak oleh kondisi ekonomi yang miskin, istilah lainnya adalah merusak lingkungan itu karena faktor perut. Dalam keadaan darurat lebih penting lingkungannya atau lebih penting perutnya, kita tahu bahwa di Indonesia ini justru mayoritas masyarakatnya miskin jadi perusakan lingkungan ini bisa jadi karena faktor kemiskinan. Misalnya masyarakat petani yang memiliki lahan yang sangat terbatas otomatis mereka kemudian menggunakan lahan yang terbatas itu secara maksimal, kalau mereka tinggal di daerah pegunungan, maka hutan lindung yang mengitarinya bisa dipastikan dibabat habis untuk kepentingan lahan pertanian, tepian sungai yang seharusnya tidak boleh ditanami dengan tanaman-tanaman semusim, mereka terpaksa menggarap lahan-lahan tepi sungai itu.

Melihat fenomena tadi bagaimana cara mengatasinya?

Solusinya dengan pemberdayaan ekonomi mereka supaya tidak miskin dan tidak merusak lingkungan Jadi mereka menebang kayu di hutan untuk dijual karena faktor kemiskinan, tetapi disisi lain ada orang kuat harta sengaja menenabangi kayu di hutan secara liar bukan karena kemiskinan tetapi karena keserakahan. Pembabatan hutan seperti ini merupakan bentuk kejahatan karena mereka mengakumulasikan dan mengeksploitasi untuk memperkaya diri, salah satu contoh melakukan penambangan, penebangan hutan, yang seharusnya tidak merusak, justru melakukan perusakan dengan menggunakan alat-alat berat ini karena keserakahan untuk menuju hidup tuju turunan. Kalau melihat fenomena tadi penanggulangannya harus dengan pendekatan spiritual agama.

Secara struktural siapa sesungguhnya yang diuntungkan dalam perusakan lingkungan ini?

Secara struktural pemerintah justru membuka peluang dalam perusakan lingkungan, Departemen Kehutanan misalnya mengeluarkan izin prinsip kepada pengusaha tentang galian C , kalau kemudian terjadi kerusakan lingkungan mereka tidak peduli, karena sudah mengantongi izin, memang secara yuridis sudah benar, Tapi kemudian ketika mengadakan eksplorasi dan eksploitasi ditemukan kandungan gas dan minyak mereka dengan rakusnya tidak hanya membabati hutan tapi sekaligus menggali dengan kasarnya, ini jelas kesalahan struktural karena akan terjadi kerusakan yang lebih parah. Karena kesalahan ini merupakan kesalahan struktural maka pertobatannya juga harus secara struktural, eksekutifnya, legislatifnya harus tobat, dan saya kira izin prinsip yang berpeluang menyebabkan kerusakan lingkungan harusa dihentikan.
Kenapa dalam kerusakan dan perusakan lingkungan itu bisa dipastikan rakyat kecil selalu menjadi korban dan dikorbankan?

Karena rakyat kecil itu memiliki nasib yang tidak menguntungkan, meraka tidak mempunyai kekuasaan dan tidak memiliki kekuatan apa-apa, sehingga bila terjadi perusakan dan kerusakan lingkungan rakyat kecil selalu dijadikan korban, bahkan mereka tidak mampu melakukan pembelaan dalam setiap sengketa yang terjadi, karena itu mereka selalu dikalahkan. Yang lebih ironis lagi adalah sudah tahu rakyatnya lemah masih ditindas baik oleh pengusaha maupun oleh pemerintah.

Jadi perusakan dan kerusakan lingkungan itu terjadi sebagai masalah kultural dan moral?

Satu sisi penyebabnya bisa karena kultural dan disisi lain penyebabnya karena masalah moral, bahkan satu lagi penyebabnya karena struktural. Secara moral terjadi karena sekarang ini ada tuntutan materialisme dan hedinistik, bahwa hidup berkelebihan dan hidup bermewah-mewahan ini kan menjadi way of life, hidup serba glamour dan foya-foya baik pengusahanya maupun pejabatnya sama saja.
Melihat fenomena tadi masyarakat menjadi terjangkit untuk melakukan hal yang sama. Supaya hal ini tidak berkembang, maka diperlukan yang namanya etika lingkungan. Dan Islam kan mengajarkan adanya panduan yang namanya etika lingkungan Islam.

Mengapa kearifan kultural lokal yang dulu mampu menjadi penghambat perusakan lingkungan kini kurang berfungsi?

Kearifan lokal yang dulu bersahabat dengan lingkungan itu tumbuh berkembang pada masyarakat yang agraris. Ketika terjadi transformasi perubahan besar dari masyarakat agraris kepada industri, disinilah kearifan lokal itu kemudian bergeser. Di dalam masyarakat tertentu yang masih memiliki kearifan lokal ada upacara-upacara tradisional dalam rangka untuk melestarikan lingkungan, tetapi kemudian saekarang bergeser, satu sisi bergesernya kearifan lokal itu adalah satu sikap perubahan dari transformasi era agraria ke era industrialisasi. Kemudian bisa juga karena rasionalisasi, kearifan lokal itu dulu disebut “ gugon tuhon” artinya nenek moyang kita memiliki keyakinan seperti ini, maka turunannya melakukan upacara ritual, Tapi kemudian rasionalisme yang dangkal dan radikal itu menganggap upacara ritual itu tidak masuk akal seperti sedekah laut, sesaji gunung dan sebagainya, karena Muhammadiyah itu termasuk aliran agama islam yang lebih cenderung rasionalisme maka kemudian ketika melihat upacara ritual itu juga salah satu dakwah Muhammadiyah ini adalah mengiliminasi kearifan lokal tadi (maaf kalau hal ini sedikit menyinggung Muhammadiyah) tanpa pilah-pilah semua itu dianggap tahayul, bid’ah dan khurafat (tbc).

Lalu sekarang ini terjadi keresahan sebab Muhammadiyah diakui atau tidak diakui sebagai salah satu penyebab hilangnya kearifan lokal dalam masyarakat tertentu. Padahal sebenarnya kita harus melakukan resening bahwa kearifan lokal misalnya sedekah bumi, kali, hutan dan sedekah laut substansi dan artikulasi sebenarnya apa yang ada disana, sebenarnya masayarakat nelayan itu adalah masyarakat yang tergantung dengan laut, hidupnya tergantung berkahnya laut oleh karena itu sebagai rasa sukurnya dan rasa terimakasihnya masyarakat terhadap laut maka kemudian mereka melakukan upacara ritual berupa “ larungan” antara lain membawa sesaji sebagai simbul, nah Muhammadiyah melihatnya bukan dari simbolisasinya tetapi musyriknya. Jadi menurut saya yang harus kita tangkap adalah spirit dari kearifannya itu bukan perbuatan musyriknya.

Kenapa secara moral dan etika individu dari warga masyarakat belum bisa menjadi benteng pertahahanan untuk menghambat lajunya perusakan lingkungan?

Kalau kita lihat kasus perkasus sebenarnya banyak semangat etika individu yang melestarikan lingkungan misalnya di Jawa Barat ada seorang nelayan atau petani tambak yang tergiur dengan tren udang maka semua melakukan satu usaha perikanan udang windu yang padat modal tapi memang sekali berhasil milayran rupiah bisa diraup, tetapi bila gagal langsung jatuh, sementara petambak tradisional, penghasilan biasa-biasa saja tidak menyolok, ketika ada orang beramai-ramai menebang pohon bakau ada seorang tokoh lingkungan yang mencegahnya karena pohon bakau merupakan satu ekosistem yang sangat penting. Jadi ada etika moralitas individu untuk kalangan tertentu dan ini perlu kita kembangkan. Masyarakat kita adalah masyarakat primordial, maka perlu ketokohan dan keberhasilan seorang tokoh akan diikuti oleh anggota masyarakat ini barangkali yang perlu kita kembangkan perlu didukung, jadi selain semangat etika dan moral secara individu tetapi juga perlu dukungan moral dari landasan-landasan spiritual, disinilah perlu yang namanya dakwah lingkungan, jadi khotbah-khotbah itu sebaiknya juga diisi dengan upaya pelestarian lingkungan karena itu perlu penyadaran satu sisi adalah melalui nilai positif dari primordialism keteladanan saeseorang tetapi disisi lain perlu juga pencerahan spiritual bahwa ajaran agama kita itu ternyata sangat apresiatif terhadap pelestarian lingkungan. Sekarang ini diakui atau tidak kalangan agamawan itu belum banyak yang peduli terhadap masalah lingkungan. Jadi kerusakan lingkungan itu bukan hanya tanggungjawab individu tetapi merupakan tanggungjawab kita bersama masyarakat, pengusaha, legislatif dan pemerintah.

Melihat fenomena tersebut bagaimana pandangan Islam (ajaran agama) kaitannya dengan masalah lingkungan?

Sebenarnya agama Islam itu sangat netral, tapi kemudian ketika Islam itu berkembang maka bisa jadi seakan-akan Islam permisif terhadap kerusakan lingkungan. Sehingga sekarang ini tergantung bagiaman kita akan mengembangkan agama Islam itu seperti apa, misalnya ketika orang ramai-ramai terkena salah satu paham dan juga terkena imbas perkembangan ilmu dan teknologi, Islam tidak ikut-ikutan karena Islam itu sangat menghargai manusia. Karena manusiaa sebagai makhluk istimewa ciptaan Allah, pemahaman yang seperti ini adalah pemahaman yang kurang bersahabat dengan lingkungan. Karena menganggap bahwa manusia adalah segala-galanya, faham seperti itu hingga sekarang masih ada dan berkembang di lingkungan masyarakat, kalau hal itu dikembangkan terus, berarti mendorong kita untuk merusak lingkungan. Padahal sebenarnya agama Islam itu bisa kita kemas menjadi agama yang holistis, agama yang proporsional dan agama yang ramah terhadap lingkungan, jadi artikulasi keramaham agama terhadap lingkungan ini yang harus kita kembangkan. Mencari rejeki mengelola sumberdaya lingkungan itu dianjurkan tetapi harus ada tanggungjawab, kalau kita mau menggunakan maka kita juga harus bersedia merawat dan melestarikan. Disini ada tiga pilar etika Islam yang pertama adalah asas tanggungjawab yang kedua asas penghematan dan ketiga asas peri kemakhlukan. Jadi dalam Islam dikembangkan bahwa hidup itu harus hemat sebab sumberdaya alam ternyata terbatas, energi matahari juga terbatas, kalau sumber itu sampai habis maka habis pula riwayat manusia. Disamping itu sumber air juga terbatas, maka kita harus hemat air, kita setiap hari menggunakan air tetapi kita tidak pernah berfikir bagaimana kita bertanggungjawab untuk membangun sumber air itu dari mana, bahwa sumebr air itu dari pohon yang bisa menyimpan air. Kita tidak pernah berfikir bahwa jariyah pohon itu termasuk amal jariyah yang bisa melestarikan kehidupan kita. Kalau kita wakaf hanya untuk Masjid untuk pondok pesantren, untuk sekolahan tetapi kita tidak pernah wakaf untuk hutan, untuk taman,dan seterusnya, kita bikin rumah tetapi tidak pernah befikir bagaimana membuat sumur resapan. Jadi kalau kita mau membangun apa saja harus memiliki tanggungjawab bahwa sumebr air itu asalnya dari mana, nah disitulah sebenarnya kami mengembangkan yang namanya Fiqh Lingkungan.

Apa yang dimaksud Fiqh Lingkungan itu?

Sebagai penjabaran dari agama Islam yang kita yakini adalah ramah terhadap lingkungan, maka untuk bisa dijabarkan dalam panduan-panduan yang lebih operasional, nah disitulah adanya pedomena yang disebut sebagai Fiqh Lingkungan. Fiqh Lingkungan itu diperlukan untuk panduan opersional dalam membangun fasilitas kehidupan manusia dengan dilengkapi lingkungan yang asri taman-taman yang rindang sejuk dan indah dipandang konsep ini sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Ton.

* Guru besar IAIN Walisongo Semarang



Selengkapnya...

Friday, December 15, 2006

 

Membangkitkan Dinamika Internal Muhammadiyah*

Muhammadiyah lahir dan mekar karena sebuah keyakinan, paham, dan tekad perjuangan yang fundamental dari pendirinya. Kyai Haji Ahmad Dahlan melahirkan Muhammadiyah pada tahun 1912 sebagai hasil dari suatu proses pergumulan yang penuh pertaruhan, baik dari segi pemikiran maupun perjuangannya. Jadi tidak sembarang lahir, tumbuh, dan berkembang secara kebetulan atau apa adanya. Menurut Nurcholish Madjid (1983: 310), Kyai Dahlan adalah sosok pencari kebenaran sejati, yang melahirkan pembaruan Islam, dan pembaruannya luar biasa karena tidak mengalami prakondisi sebelumnya (break-throught) .

Dari rahim pergumulan yang mendasar itu lahirlah gerakan Muhammadiyah yang berjuang ”menyebarluaskan” dan ”memajukan” ajaran Islam, mula-mula di wilayah residensi Yogyakarta, kemudian meluas ke seluruh Indonesia. Dengan ruh dan pemahaman Islam yang demikian, maka berdirinya Muhammadiyah memiliki konteks ketika umat dalam keadaan jumud dan terbelakang, yang memerlukan sebuah gerakan Islam, yang menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama sebagaimana dipraktikkan oleh umat Islam selama ini, yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai ”a Way of Life in all Aspects”, suatu sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya (Djarnawi Hadikusuma, t.t: 68).
Muhammadiyah juga lahir dalam bentuk sebuah gerakan Islam, bukan sekadar pemikiran atau wacana. Menurut H. Djarnawi Hadikusuma, Kyai Dahlan mendirikan Muhammadiyah karena dalam sanubarinya tertanam dorongan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 104, yang belakangan sering disebut ”ayat Muhammadiyah” , yakni:
Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Ayat Al-Quran tersebut, yang sering dikaitkan dengan ayat ke-110 pada Surat yang sama, merupakan ayat pergerakan. Belakangan, ayat tersebut juga sering dipakai dan menjadi ikon bagi gerakan-gerakan Islam di dunia Muslim kontemporer. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang ”hidup berorganisasi” . Maka tidak berlebihan jika dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, ”melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi”, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, secara praktis-organisator is untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911 (Adaby Darban, 2000: 13). Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Di sini, organisasi pun diperlukan untuk memayungi dan mengendalikan lembaga-lembaga gerakan dalam Muhammadiyah. Lembaga-lembaga yang berada dalam Muhammadiyah pun, termasuk amal usahanya, harus menyatukan diri (berada dalam syarikat) Muhammadiyah, bukan sebagai ”kerajaan-kerajaan sendiri”.
Kyai Dahlan, dengan paham agamanya yang bersifat tajdid, juga melahirkan teologi ”praksisme” Al-Ma‘un, sebuah terobosan tipikal dan cerdas, mirip ”teologi pembebasan” dalam pemikiran dan gerakan kontemporer, yang kemudian dilembagakan menjadi PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang kini menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat). Kesimpulannya apa? Bahwa selain produk pemikiran, kelahiran amal usaha Muhammadiyah terikat dengan misi dan ikatan organisasi Muhammadiyah. Jadi, bukan sembarang amal usaha, dan dilepaskan tergantung siapa yang mengelolanya, tetapi milik dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Muhammadiyah. Karena itu, mempertahankan, membesarkan, dan mengembangkan amal usaha Muhammadiyah pun harus menjadi komitmen seluruh yang ada di dalam Persyarikatan. Lebih-lebih bagi mereka yang berada dalam lingkungan amal usaha Muhammadiyah.
Kyai Dahlan, yang diikuti para murid dan pelanjutnya, juga membesarkan Muhammadiyah dengan perjuangan yang gigih. Ketika dokter dan para sahabatnya, bahkan istri tercintanya meminta beliau untuk beristirahat karena sakit, Kyai bahkan menganggap anjuran itu sebagai ”bisikan syaitan”. Ketika diancam untuk tidak hadir ke Banyuwangi dan bila tetap memaksakan diri akan dibunuh, Kyai Dahlan bahkan mendatangi kota di ujung Jawa Timur itu, yang ternyata tak apa-apa bahkan akhirnya di sana berdiri Cabang Muhammadiyah. Kyai Dahlan tidak ingin menghentikan langkahnya, karena merupakan tonggak penentu keberadaan Muhammadiyah yang akan lebih memudahkan bagi generasi pelanjutnya. Di belakang hari, para penerus Muhammadiyah pun membesarkan gerakan Islam tercinta ini dengan semangat yang ikhlas, gigih, cerdas, dan penuh pengorbanan. Hingga Muhammadiyah mampu meretas usia jelang satu abad saat ini.

Muhammadiyah dalam praktik gerakannya juga tumbuh dari bawah. Ranting bahkan menjadi basis gerakan Muhammadiyah. Ranting berfungsi sebagai pembina jama‘ah. Keberadaan Ranting bahkan harus mensyaratkan adanya kegiatan, seperti pengajian, dan sebagainya. Jadi mendirikan Ranting bukanlah simbolik dan formalistik, tetapi harus menjadi bagian dan memenuhi persyaratan sebagai sebuah gerakan. Karena itu, Muhammadiyah menjadi gerakan yang terus bergerak. Menurut K.H. AR. Fakhruddin, jika Muhammadiyah tidak bergerak, maka bukan Gerakan Islam. Orang Muhammadiyah harus gigih, kreatif, dinamis, tidak ”mutungan” (mudah patah arang) dan ”wegahan” (malas), dan gerakannya harus dirasakan oleh semua orang (AR Fakhruddin, dalam Sujarwanto dan Haedar Nashir, 1900: 318-319). Jadi Muhammadiyah dan seluruh anggota Persyarikatan, tidak boleh diam dan statis, tetapi harus bergerak secara dinamis. Itulah etos gerakan Muhammadiyah yang harus dibangkitkan, yakni dinamika internal atau dinamika inti gerakan Muhammadiyah.
Kini, muncul gejala dan fakta dari akar-rumput yang mulai memprihatinkan. Masjid Muhammadiyah tidak terkelola dengan baik, cari imam dan khatib pun kesulitan. Terdapat pula masjid milik Persyarikatan yang pelaku dan isi kegiatannya justru dilakukan kalangan lain. Bahkan ada masjid Muhammadiyah yang kemudian pindah kelola ke tangan pihak lain, baik karena terlantar atau karena kelalaian. Gejala tersebut menurut sementara pendapat, menunjukan bahwa orang-orang Muhammadiyah kurang/tidak tekun, gigih, dan sungguh-sungguh mengelola masjid di lingkungannya.
Berita lain tak kalah mencemaskan atau bahkan memprihatinkan. Bahwa amal usaha Muhammadiyah di tingkat bawah mulai kalah saing oleh lembaga-lembaga sejenis baru milik organisasi lain. Ironisnya, terdapat pula orang-orang Muhammadiyah termasuk pimpinan atau yang berada di amal usaha, malah ikut mendirikan dan membesarkan amal usaha milik organisasi lain. Lebih ironis lagi apa yang disampaikan oleh dua bersaudara, K.H. Muhammad Muqoddas, M.Ag. yang juga Ketua PP Muhammadiyah dan Muhammad Busyro Muqoddas, SH. yang juga Ketua Komisi Yudisial, terdapat gejala orang-orang di amal usaha yang bersikap, ”amal usaha yes, Muhammadiyah no!”, lebih khusus lagi ”maisah di amal usaha yes, membesarkan Muhammadiyah no!”. Atau sikap yang mendua lainnya, baik dalam berorganisasi maupun sikap ideologis dan keagamaannya.
Bagaimana menyikapi masalah tersebut. Secara internal atau ke dalam tentu saja merupakan bahan introspeksi bagi seluruh jajaran Muhammadiyah. Dari segi ini, semua itu terjadi karena kelemahan dan kelengahan internal Muhammadiyah sendiri. Kelemahan tersebut berkisar antara lain:
(1) terlambat atau tidak meningkatkan kualitas dan intensitas pengelolaan masjid dan amal usaha secara optimal dan secara lebih baik;
(2) abai atau lalai dalam menjaga milik sendiri;
(3) tidak selektif dalam menerima anggota atau mereka yang bekerja di amal usaha dan kurang pembinaan;
(4) kurang atau tidak memiliki militansi yang tinggi, berkiprah apa adanya, dan berbuat sendiri-sendiri atau sibuk sendiri tanpa terkait dengan kepentingan Muhammadiyah;
(5) lebih tertarik pada urusan politik dan hal-hal yang bersifat mobilitas diri serta tidak peduli pada kepentingan dakwah dan menggerakkan Muhammadiyah;
(6) kurang solid dan konsolidasi gerakan;
(7) kurang/lemah komitmen, pemahaman, dan pengkhidmatan terhadap misi serta kepentingan Persyarikatan.

Karena itu diperlukan langkah-langkah peneguhan dan konsolidasi internal yang kokoh dan terprogram dari Muhammadiyah sendiri. Langkah internal tersebut antara lain:
(a) menanamkan kembali kepada anggota mengenai hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam agar seluruh anggota Persyarikatan yakin dan paham betul akan kebenaran Islam yang menjadi misi utama Muhammadiyah, sehingga tidak ragu-ragu dan tidak memilih gerakan lain;
(b) memahami dan menghayati secara mendalam mengenai hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang melaksanakan dakwah dan tajdid, sehingga mereka berada dalam posisi untuk menampilkan Islam yang bersifat pemurnian sekaligus pembaruann, tidak semata-mata pemurnian ala Wahabiyah atau Salafy yang rigid, juga sebaliknya tidak terjebak pada sekularisasi pemikiran Islam yang lepas dari sumbu dasar Islam;
(c) Menggerakkan Muhammadiyah dalam melaksanakan dakwah dan tajdid melalui usaha-usahanya secara ikhlas, sungguh-sungguh, gigih, dan berkelanjutan; sehingga secara istiqamah dan militan menjadi kekuatan umat yang berjuang menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya;
(d) Menggalang ukhuwah dan soliditas internal gerakan sehingga menjadi kekuatan yang kokoh; tidak tercerai-berai, dan tidak berpaling ke gerakan lain apapun bentuknya apalagi gerakan politik kendati bersayap dakwah sebab Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah yang sudah teruji dan tidak ada kepentingan politik kekuasaan;
(e) Mengembangkan sistem gerakan melalui penguatan jama‘ah, jam‘iyah, dan imamah sehingga gerak Muhammadiyah berjalan secara terorganisasi dan kuat; memiliki disiplin organisasi yang tinggi, dan semuanya hanya bernaung dalam sistem Muhammadiyah secara utuh;
(f) Menyiapkan sumberdaya manusia dan kader yang unggul, militan, cerdas, dan siap membela organisasi dengan istiqamah dan rasa memiliki dan berkomitmen yang tinggi;
(g) Menata dan mengkonsolidasi kembali seluruh amal usaha sebagai alat/kepanjangan misi Persyarikatan sekaligus ajang kaderisasi Muhammadiyah, termasuk menyeleksi dan membina seluruh orang yang berkiprah di dalamnya, sehingga amal usaha itu benar-benar mengikatkan, memposisikan, dan memfungsikan diri sebagai milik Muhammadiyah, dan bukan milik mereka yang berada di amal usaha apalagi nilik organisasi lain; yang harus dikelola dengan sistem dan disiplin organisasi Muhammadiyah;
(h) bersikap tegas terhadap organisasi manapun yang masuk dan dapat mengganggu tatanan serta kelangsungan Muhammadiyah, lebih-lebih terhadap partai politik apapun termasuk partai politik yang mengemban misi dakwah sebagai mereka adalah organisasi lain yang berada di luar; bahwa semuanya harus dibingkai ukhuwah tentu saja tetapi harus bersikap timbal-balik dan saling mengormati;
(i) Melakukan langkah-langkah pembinaan anggota secara intensif dan sistematik dengan pendekatan-pendekat an klasik dan baru agar tumbuh sebagai anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyahh yang istiqamah dan membela sepenuh hati misi serta kepentingan Muhammadiyah, lebih-lebih di saat kritis dan harus memilih;
(j) Mengembangkan usaha dan kemampuan-kemampuan kompetitif serta jaringan-jaringan kerjasama secara independen dengan pihak manapun sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan yang unggul dan dirasakan kehadirannya sebagaimana layaknya gerakan Islam yang terbesar di negeri ini.

Segenap anggota Muhammadiyah, lebih-lebih pimpinannya harus sungguh-sungguh meyakini dan memahami bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan selalu berada dalam garis atau relnya yang benar. Jika kebetulan ada anggota Muhammadiyah termasuk yang berada di amal usaha diberi kelebihan harta, pikiran, tenaga, relasi, dan anugerah lainnya, kenapa tidak disalurkan dan dimanfaatkan untuk membesarkan dan mengembangkan amal usaha dan dakwah Muhammadiyah? Sikap seperti itu sungguh mulia dan menunjukkan komitmen yang tinggi erhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah juga bekerja tiada lain lil-‘izzat al-Islam wa al-muslimin. Bukan untuk Muhammadiyah, tetapi untuk umat dan bangsa, untuk menjadi rahmat bagi semesta kehidupan.

Setiap anggota Muhammadiyah dituntut untuk berhajat dan berkiprah sepenuh hati melalui Muhammadiyah. Bahwa merawat dan sadar akan miliki sendiri, baik dari penyakit internal maupun dari luar, sesungguhnya merupakan sikap menjaga ”marwah” (kehormatan) dan ”muru‘ah” (rasa malu) sebagaimana layaknya orang yang memiliki independensi dalam berorganisasi. Menjaga ghirah gerakan. Sikap yang demikian bukanlah sikap ekstrem atau keras, apalagi mengobarkan konflik. Kalau mau dikatakan fanatik, boleh juga, karena apalah arti berorganisasi manakala tak ada fanatisme. Soal fanatisme-buta, yang salah bukan fanatiknya, tetapi buta-nya. Setiap anggota Muhammadiyah berhak membela misi dan kepentingan Muhammadiyah, sebagaimana anggota gerakan Islam lainnya membela misi dan kepentingannya.

Dengan meminjam logika ”maqasid al-syari‘at” dalam tradisi Islam klasik, bahkan kita diajari untuk bersikap ”syaja‘ah” (berani karena benar) untuk melakukan proteksi diri berupa ”hifdl al-din” (memelihara agama), ”hifdl al-nafs” (memelihara jiwa), ”hifdl al-nasl” (memelihara keturunan), ”hifd al-mal” (memelihara harta), ”hifd al-‘aql” (memelihara akal pikiran), bahkan memelihara kehormatan (hifdl al-ardl). Orang Islam memang tidak boleh bersikap nekad (tahawwur, jangankan benar, salah pun berani). Namun juga dilarang bersikap ”jubun” (pengecut), jangankan salah, benar pun takut. Lalu, munculah sikap selalu mencari aman, mencari mudah, dan apapun yang terjadi dianggap baik. Bersikap tegas dianggap keras dan suka konflik, kendati untuk menjaga kehormatan dan keberadaan organisasi. Tenang-tenang saja, tapi juga tidak bertindak. Jangan gaduh dan harus cantik menyikapi, namun tidak pula muncul sikap yang tegas, sebatas retorika. Akhirnya, tidak terasa lama kelamaan Muhammadiyah melemah, amal usahanya pun satu persatu susut atau bahkan lepas.
Soal kita memiliki kelemahan? Introspeksi? Muhasabah diri. Pasti, itu memang dirasakan dan diakui, yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan tak kenal henti. Bahkan organisasi yang besar seperti Muhammadiyah kata Pak AR Fakhruddin (Allahu yarham), laksana gajah bengkak. Namun, sadar akan kelemahan diri kita, bukan berarti harus membutakan diri dari penyakit yang datang dari luar. Bukan berarti membiarkan pengeroposan organisasi berlangsung tanpa antisipasi dan penyikapan. Apalagi kemudian membiarkan organisasi Muhammadiyah menjadi kian rentan. Jika tahu ada kelemahan, kenapa tidak bergerak? Kenapa tidak segera berbuat? Jangan sampai, sikap mengakui kelemahan itu, pada saat yang sama karena tidak mau sungguh-sungguh berbuat memperbaikiki kelemahan sekaligus mau bersikap tegas dalam bebnetngi organisasi dari gangguan yang datang dari luar. Paling repot, sudak tidak berbuat dan bersikap, melemah-lemahkan diri sendiri sambil tidak melakukan penguatan, karena hati bimbang dan sulit bersikap tegas. Padahal, salah satu sikap kader dan pimpinan organisasi ialah bersikap tegas, dengan tetap cerdas dan arif.

Mari kita jadikan semua peristiwa yang kurang bagus di tubuh Muhammadiyah itu sebagai ujian, cobaan, hikmah, dan tempaan untuk bangkit dan berbuat. Tapi, sebelum bangkit dan berbuat, mulailah dari kesadaran adanya masalah. Jangan membutakan diri dari masalah, sebab nanti lama kelamaan masalah kecil kian membesar, lalu setelah segala sesuatunya terlanjur kita tak mampu mengendalikan dan mencari pemecahan. Kata pepatah, sesal kemudian tak ada gunanya. Lagi pula, memang mana ada sesal yang datang di waktu awal, itu namanya sesal yang salah kaprah. Memecahkan masalah pun tentu tak harus ekstrem, tetapi juga harus jelas dan sistematik. Setahap demi setahap pun tak masalah, yang penting ada kesadaran, itikad, dan tindakan. Bukan helah, menghindar dari masalah. Sabda Nabi, ”khair al-’amal adwamu-ha wa in qala”. Amal yang baik ialah yang berkelanjutan, kendati sedikit. Apalagi jika amal itu besar dan sistematik, maka akan menjadi lebih baik lagi.

Dari mana memulai? Setelah sadar adanya masalah, lantas bangkitlah melakukan ikhtiar atau tindakan-tindakan tersistem secara terorganisasai, selain melalui jalur-jalur individu sebagai penguat dan pendukung. Bangkitkan etos gerakan dari dalam secara serius dan memiliki vitalitas tinggi. Gerakkan seluruh lini Persyarikatan, termasuk amal usahanya secara bersama-sama dan tersistem. Langkah organisasi, lebih-lebih yang bersifat penting dan strategis, sungguh memerlukan kesungguhan (jihad) dan sikap kolektif yang menyatu/bersinergi, tidak bercerai-berai, laksana sebuah barisan yang kokoh sebagaimana firman Allah SWT.:

”Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (QS. Ash-Shaff/61: 4). Semoga Allah melimpahkan ridla dan karunia-Nya kepada kita.
Nashrun min Allah wa fathun qarib.
*Dr. Haedar Nashir (PP Muhammadiyah)

Selengkapnya...

Wednesday, October 18, 2006

 

Kekerasan Dalam Pacaran Waspada Saat Jatuh Hati
Oleh : Heni Sulistyorini*



Mau tahu perasaan orang yang sedang jatuh hati? Salah satunya diungkapkan dalam syair ‘Tanyaku’ milik Sheila on 7 berikut ini:
Tak pernah kumerasa hawa sehangat ini di dalam hidupku
Kau beri dan kau bagi semua marah dan candamu
Ku harap hanya untukku Tak pernah ku dihinggapi bahagia seperti ini
Jatuh hati
Memacu nyaliku tuk nyanyikan kepadamu
Aku cinta


Begitulah, bahagia dan berharap selalu bahagia. Kalau Dewi Amor tak berpihak maka perasaan bahagia itu berubah menjadi rasa sakit yang mengiris hati. Sebaliknya kalausang pujaan hati memiliki keinginan yang sama, maka dunia serasa turut tersenyum manis atas kebahagiaanya. Hubungan yang terjadi di antara mereka yang katanya atas nama cinta itu kemudian dilanjutkan dengan aktifitas nge-date atau pacaran.
Secara umum pada saat berpacaran banyak terjadi hal-hal di luar dugaan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa aktifitas pacaran pelajar dan mahasiswa sekarang ini cenderung sampai pada tingkat yang terlalu jauh. Aktifitas pacaran tidak hanya sekedar ngobrol atau jalan bareng tetapi ciuman, pelukan, rabaan, petting, bahkan bersetubuh layaknya pasangan suami istri sudah merupakan hal biasa. Alasannya karena cinta, sayang, dan alasan-alasan lainnya. Atas dasar alasan-alasan tersebut pulalah apabila terjadi kekerasan dalam pacaran korban tidak mempermasalahkannya. Seringkali korban justru menyalahkan diri sendiri dan merasa pantas diperlakukan seperti itu sebagai hukuman atas ketidakmampuannya menjaga hubungan baik yang terjalin bersama pacarnya. Apakah kekerasan dalam pacaran dapat dicegah? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut kiranya kita perlu mengetahui dahulu definisi, bentuk, korban serta pelaku, serta sanksi hukum bagi pelaku kekerasan dalam pacaran.
A. Definisi Kekerasan Dalam Pacaran
Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) atau Dating Violence adalah perilaku atau tindakan seseorang yang dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan dalam percintaan atau pacaran bila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung, dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan pasangannya. KDP merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Definisi kekerasan terhadap perempuan menurut Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 1994 pasal 1 adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
B. Bentuk Kekerasan Dalam Pacaran
Bentu KDP banyak macamnya. Secara garis besar digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu Kekerasan Fisik (Physical Abuse), Kekerasan Seksual (Sexual Abuse), dan Kekerasan Emosional (Emotional Abuse). Tindakan memukul, mencekik, menganiaya bagian tubuh, memaksa ke tempat yang membahayakan diri, dan tindakan-tindakan lain yang menyakiti tubuh sampai pada tindakan pembunuhan termasuk bentuk kekerasan fisik. Hubungan seks yang dipaksakan, pelecehan dan penghinaan seksual, dan memaksakan pasangan melakukan tindakan-tindakan seksual yang menjijikan termasuk bentuk kekerasan seksual. Sedangkan kekerasan emosional paling banyak terjadi . Walaupun banyak terjadi namun tidak kelihatan dan jarang disadari termasuk oleh korbannya sendiri. Kekerasan ini menimbulkan perasaan tertekan, tidak bebas, dan tidak nyaman pada korbannya. Bentuk kekerasan ini antara lain berupa cemburu berlebihan, possesive, membatasi aktivitas, menyebut dengan sebutan yang tidak baik, mencaci, memaki, menghina, dan mnegumpat.
C. Korban dan Pelaku Kekerasan Dalam Pacaran
KDP merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Namun sebetulnya korban KDP tidak hanya dialami oleh perempuan saja, laki-laki juga ada yang mengalami kekerasan. Tetapi perempuan memang lebih banyak menjadi korban dibandingkan dengan laiki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan jender telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah, pasif, penurut, mengutamakan kepentingan laki-laki, dan sebagainya sehingga dirasa wajar menerima perlakuan yang tidak pantas dan semena-mena. Bahkan ketika sang pacar meminta maaf dan menunjukkan sikap menyesal setelah melakukan kekerasan, si perempuan akan memaafkan begitu saja dan percaya bahwa pacarnya benar-benar sudah insyaf. Padahal seseorang yang punya kebiasaaan melakukan kekerasan terhadap pasangannya akan cenderung mengulangi lagi, karena hal itu sudah menjadi bagian kepribadiannya, sebagai cara penyelesaian konflik atau masalah.
D. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Kekerasan Dalam Pacaran
Pelaku KDP dapat diancam dengan sanksi hukum berdasarkan KUHP, misalnya:
1. Pasal 351 – 358 KUHP untuk penganiayaan fisik.
2. Pasal 289 – 296 KUHP untuk pencabulan.
3. Pasal 281 – 283 KUHP untuk pelecehan seksual.
4. Pasal 285 KUHP untuk pemerkosaan.
5. Pasal 532 – 533 KUHP untuk kejahatan terhadap kesopanan.
6. Pasal 286 – 288 KUHP untuk persetubuhan dengan perempuan di bawah umur. (www.nurularifin.com)
Berdasarkan data Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2005 tercatat sebanyak 20.391 kasus kekerasan terhadap perempuan. 3,82% diantaranya atau sekitar 635 kasus adalah KDP (Republika, 15 April 2006). Jumlah sebenarnya bisa jadi lebih banyak sebab korban KDP enggan melaporkan kekerasan yang dialaminya. Mereka menganggap apa yang mereka alami adalah masalah pribadi yang tidak perlu diketahui orang lain. Selain itu pelaku umumnya mengancam korban agar tidak melaporkan kepada pihak yang berwenang karena takut akan sanksi hukum yang dapat menjerat mereka.
Berdasarkan uraian di atas tentunya Anda tidak ingin menjadi korban ataupun pelaku KDP bukan? Berikut ini beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menghindari KDP, yaitu :
1. Yakinkan pada diri Anda bahwa diri Anda sangat berharga sehingga harus dijaga.
2. Belajarlah menjadi pribadi yang mandiri sebab ketergantungan pada pacar akan menyulitkan Anda untuk memandang secara obyektif atas tindakan-tindakannya. Ketakutan Anda akan sulitnya hidup bila ditinggalkannya akan membuat Anda cenderung menerima apapun perlakuan sang pacar.
3. Tanamkan pada diri Anda dan pacar bahwa kalian memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia, oleh karena itu tidak ada yang boleh merasa berkuasa atas yang lainnya.
4. Jadikan diri Anda sebagai mitra penyeimbang ketika pacar berada dalam kejayaan dan jadilah oposan loyal ketika dia berada dalam keangkuhan dunia.
5. Komunikasikan dengan pacar bila Anda merasa adanya ketidaknyamanan dalam pacaran.
6. Beranilah berkata ‘TIDAK!’ bila pacar mengajak Anda melakukan tindakan yang mengarah pada eksploitasi diri Anda baik secara fisik, seksual, maupun emosional.
7. Carilah dukungan dengan membuat komunitas anti kekerasan, sebab KDP adalah hasil konstruksi sosial dalam masyarakat sehingga penyelesaiannya juga harus dilakukan secara bersama-sama.
8. Bentengi diri dengan keimanan dan ilmu agama yang cukup.
9. Tidak pacaran. Anda harus percaya bahwa cara ini paling ampuh untuk menghindari terjadinya KDP. Dengan tidak berpacaran secara otomatis Anda mennjaga diri Anda dari kemungkinan menjadi korban ataupun pelaku KDP.
KDP dapat terjadi pada siapa saja yang berpacaran, oleh karena itu waspadalah saat Anda memutuskan untuk berpacaran. Tanyakan pada diri Anda, “benarkah itu cinta?”
Cinta merupakan alasan pasangan kekasih melakukan pacaran. Pacaran tidak dikenal dalam Islam. Memang Islam mengakui adanya rasa cinta manusia kepada lawan jenis (QS 2:14). Namun dalam konsep Islam cinta kepada lawan jenis hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka diikrarkan melalui ijab qabul yang disaksikan oleh orang banyak. Sebelum adanya ikatan pernikahan tersebut, hubungan yang terjalin bukan cinta melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat. Ketika syahwat sudah bicara maka apapun dilakukan demi kebahagiaan yang sifatnya sesaat, termasuk menyakiti sesamanya.
Kekerasan akan terjadi bila ada kesempatan. Kesempatan ada karena diciptakan, oleh karena itu jangan ciptakan kesempatan agar tidak terjadi kekerasan pada diri Anda. Wallahu’alam bishowwab Biilahi fiisabililhaq Fastabiqul khoirot


Semarang, 22 Ramadhan 1427 H 15 Oktober 2006 M

Untuk saudara-saudaraku seperjuangan, jaga hati dan bersabarlah!

* Kabid Immawati PC IMM Kota Semarang periode 2005/2006

Selengkapnya...

Saturday, September 23, 2006

 

Memerdekakan Diri Dari Hawa Nafsu**
Drs Syukriyanto M.Hum *)

Alhamdulillah, beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan 1427 H. Mudah-mudahan kita masih diberi umur panjang dan bisa bertemu dengan bulan yang penuh berkah itu. Jika kita diberi umur panjang kita punya kesempatan untuk memperbanyak amal kebaikan dan meminimilassi dosa dan kesalahan kita. Bakan di bulan itu kita akan dapat memperbanyak istigfar, memohon ampunan atas segala dosa-dosa yang kita lakkan di masa-masa yang lalau. Puasa, selain merupakan ibadah kepada Allah SWT untuk meraih derajat takwa, juga merupakan amalan agama yang mengandung pendidikan bagi manusia agar bisa mengendalikan hawa nafsu.Pengendalian hawa nafsu ini amat penting bagi kehidupan manusia baik untuk peroranan maupun masyarakat bahkan Negara. Negara ini berantakan karena banyak warga Negara negeri ini yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu. Mulai dari nafsu makan, seks, ngomong, marah, menguasai materi, maupun hawa nafsu untuk menguasai jabatan-jabatan politik. Akibat tidak mampu menahan hawa nafsu makan, banyak orang hidupnya boros, kena penyakit kencing manis / diabetes / sakit gula, darah tinggi, asam urat, jantung,. ginjal dsb. Akibat tidak dapat menahan hawa nafsu ngomong, maka ngomong terus, kecam sana, kecam sini tanpa etika dan perasaan. Sepertinya semua tidak ada yang benar dan yang benar hanya dirinya sendiri. Akibat tidak bisa mengendalikan nafsu untuk menguasai materi maka rebut terus asset bangsa dengan segala cara. Tebang hutan semuanya sampai gundul, kuasai minyak sampai kering, kuasai tambang-tambang tanpa memperhatikan lingkungan. Akibatnya tejadi kerusakan dimana-mana. Hutan gundul, tanah longsor, banjir, sungai dan lautan tercemar, lumpur menyembur dan kesengsaraan terjadi dimana-mana. Sementara itu korupsi, manipulasi, upeti, pungli merebak terus di berbagai kantor dan instansi. Itu semua terjadi karena orang tidak dapat mengendalikan diri, tidak dapat melepaskan diri dari kekuasaan hawa nafsu.
Puasa adalah salah satu jenis ibadah untuk ‘Membebaskan diri dari berhala-berhala kehidupan dan kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar yang membelenggu manusia. Seperti kepercayaan kepada mitos-mitos seperti Nyai Roro Kidul, ketakutan kepercayaan hari-hari yang mencelakakan dani hari-hari keberuntngan, ketakutan kepada angka 13. dan kepercayaan lain yang mengandung kemusyrikan. Dengan selalu menjalankan puasa, shalat tarawih, membaca Al Qur’an, memperbanyak dzikir (tahlil, tahmid, takbir, tasbih), itikaf dan lain-lain manusia akan menjadi lebih dekat dengan Allah SWT sehingga secara bertahap akan menghilangkan kepecayaan-kepercayan yang syirik..Membebaskan diri dari berbagai godaan dan kungkungan hawa nafsu. Dari kungkungan nafsu makan, seks, nafsu pamer dan sebagainya. Dengan selalu menahan diri dari makan dan minum, dari bicara yang tidak berguna, dari bicara bohong maka orang akan terlatih menahan diri dari berbagai macam godaan hawa nafsu yang cenderung mengajak kepada kejelekan (inna nafsa la amaratun bisu’)Membebaskan diri dari kekuasaan dan kerakusan materi. Karena itu dalam bulan Ramadhan kita diperintahkan untuk memperbanyak derma, zakat fitrah, infak, shadaqah dan lain-lain, agar kita tidak dikuasai materi, tetpi dapat menguasai materi dan mempergunakan untuk kepentingan agama dan kemanusiaan.Dengan berpuasa kita dapat membebaskan diri dari api neraka. Orang yang berpuasa dengan baik karena iman dan mengharapkan pahala (i-ma-nan wahtisa-ban) akan diampuni dosanya yang telah lalu. Puasa yang baik adalah menjalankan puasa dengan segala rangkaiannya, mulai dari puasa, shalat tarawih, bersedekah / berderma, ‘itikaf, membaca dan melakukan tadarus Al Qur’an serta memohon ampun kepada Allah SWT dan lain-lain amalan yang diperintahkan Allah SWT dan disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Jadi, dengan mengendalikan hawa nafsu, kita mengendalikan mata, telinga, lisan, hati, pikiran dan perilaku buruk untuk menemukan kembali kemanusiaan kita, agar menjadi seorang muttaqun yang mempunyai predikat ahsani ta.kwim, ibadurrahman, ‘abdan syaku-nra d an khalifah fil ardh. Wallahu’alam bishshawwa-b.

*) Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhamamdiyah
**) http://www.suara-muhammadiyah.or.id/




Selengkapnya...

Tuesday, August 15, 2006

 

Spanduk yang di pasang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Hamka UNNES di perempatan Kampus ini adalah bagian dari kampanye ajakan untuk menghentikan perangan yang terjadi di Libanon. Israel melakukan agresi militernya ke Negara Libanon dengan dalih ingin melucuti Hizbullah, namun dampaknya malah masyarakat sipil yang jadi korban. Sehingga pantas jika mulai sekarang perang harus dihentikan! dan tidak ada lagi kekerasan.

Selengkapnya...

This page is powered by Blogger. Isn't yours?